Cikal bakal Hidayatullah dimulai sejak Senin 1 Muharram 1393 Hijriyah atau 5 Februari 1973 berupa sebuah pesantren di Karang Bugis, Kalimantan Timur. Pesantren ini diresmikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia yang kala itu dijabat oleh Prof. Dr. Mukti Ali pada tahun 1976.
KH Abdullah Said bin Anregurutta Abdul Kahar Syuaib (Cella Ulu)
Selanjutnya ustadz Abdullah Said, pendiri Hidayatullah membuka pesantren baru di Gunung Tembak Kalimantan Timur. Pesantren baru ini dikenal dengan nama Kampus Induk Hidayatullah yang kemudian menjadi pusat kultur Hidayatullah.
Saat ini, di Kampus Induk Hidayatullah yang berada di atas lahan wakaf seluas sekitar 120 hektar ini telah berdiri masjid, gedung-gedung sekolah dan perguruan tinggi, aula pertemuan, kantor, guest house, perumahan warga, juga dilengkapi sarana umum serta lingkungan hijau yang ditata sedemikian rupa sehingga tampak asri.
Tak heran bila pada tahun 1984 Presiden Soeharto menganugerahkan Kalpataru kepada ustadz Abdullah Said karena beliau dinilai mampu mengubah kawasan kritis di Gunung Tembak menjadi lingkungan pesantren yang hijau dan asri. Di tengah lokasi pesantren terdapat danau buatan yang tidak pernah kering meski berada di musim kemarau.
Kawasan Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Teritip, Balikpapan, Kalimantan Timur, sebagai pusat kultural Hidayatullah.
Dalam perkembangan selanjutnya ustadz Abdullah Said mengirimkan santri-santrinya berdakwah ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, khususnya daerah-daerah pedalaman dan minoritas Muslim.
Di tempat tughas tersebut, para santri Hidayatullah tak sekadar berdakwah tetapi juga membangun cabang-cabang pesantren. Pada akhirnya, tersebarlah pesantren ini ke penjuru negeri.
Per November tahun 2023 jumlah jaringan Hidayatullah tersebar sebanyak 38 Dewan Pengurus Wilayah/ DPW (Provinsi), 418 Dewan Pengurus Daerah/ DPD (Kabupaten/ Kota), 420 Dewan Pengurus Cabang/ DPC (Kecamatan), 43 Dewan Pengurus Ranting/ DPRA (Kelurahan/ Desa), dan 1088 Rumah Qur'an.
Setelah ustadz Abdullah Said wafat tahun 1998 kepemimpinan Hidayatullah dilanjutkan oleh ustadz H. Abdurrahman Muhammad. Tak berapa lama setelah itu terbentuklah Dewan Eksekutif yang bertugas menyelenggarakan pertemuan nasional untuk menentukan arah dan bentuk Hidayatullah ke depan.
Melalui Musyawarah Nasional pertama tanggal 9-13 Juli 2000 di Balikpapan Kalimantan Timur, Hidayatullah secara resmi mengubah bentuknya dari organisasi sosial menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan lima jenjang kepengurusan, yakni nasional/ pusat, wilayah/ provinsi, daerah/ kabupaten kota, cabang/ kecamatan, dan ranting/ desa kelurahan. Pengurus Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia, Jakarta.